MANADO — Kantor Hukum Firman Mustika, SH, MH & Partners secara resmi melayangkan somasi pertama kepada Anggota DPRD Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim) berinisial AM.
Somasi bernomor 01/FMP/VII/2025 tertanggal 7 Juli 2025 itu dikirimkan sebagai peringatan atas dugaan konflik kepentingan dan intervensi terhadap usaha tambang rakyat di Desa Tobongon, Kecamatan Modayag, Boltim.
Somasi tersebut diteken langsung oleh Firman Mustika, SH, MH, bersama Ronald Sompie, yang bertindak sebagai kuasa hukum dari Hasmawati Mamonto, seorang pengusaha sekaligus ahli waris pengelola usaha tambang rakyat yang telah turun-temurun dikelola selama lebih dari 40 tahun.
Dalam keterangan tertulisnya, Firman menyebutkan bahwa kliennya menaungi usaha tambang yang selama ini menjadi sumber nafkah bagi lebih dari 1.000 warga setempat.
“Selama puluhan tahun, klien kami telah menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat di Modayag. Namun, belakangan muncul persoalan akibat dugaan intervensi Bapak AM sebagai Anggota DPRD Boltim sekaligus pihak yang memiliki kepentingan usaha di lokasi pertambangan rakyat,” demikian pernyataan somasi tersebut.
Firman juga menyinggung adanya surat kesepakatan bersama tertanggal 18 Juni 2025, yang ditandatangani oleh anak kliennya dengan AM, yang menurutnya menimbulkan pertanyaan terkait kapasitas Aliambri saat menandatangani dokumen tersebut.
“Kami mempertanyakan, apakah surat itu ditandatangani beliau dalam kapasitas sebagai pengusaha yang memiliki lubang tambang, atau sebagai anggota DPRD yang memiliki kewajiban menjaga netralitas,” jelas Firman.
Somasi juga mengutip beberapa peraturan perundang-undangan, antara lain UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, serta UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengatur larangan bagi pejabat publik untuk menyalahgunakan jabatan dan berbisnis dengan memanfaatkan pengaruh politik.
Pasal 12 Huruf I melarang pejabat negara menggunakan pengaruh atau jabatannya untuk mengintervensi perizinan usaha demi kepentingan pribadi.
“Jika terbukti, bisa dijerat dengan hukuman penjara 20 tahun atau pidana minimal 4 tahun,” tegas Firman.
Firman menegaskan bahwa tindakan Aliambri yang meminta pengukuran lahan secara langsung, namun kemudian menolak hasilnya dan mengancam membawa persoalan ke Dinas ESDM Provinsi Sulawesi Utara, telah menimbulkan keresahan di masyarakat.
Bahkan muncul kekhawatiran bahwa usaha masyarakat akan dipaksa tutup atau disegel karena tidak memiliki izin formal, sehingga memicu potensi konflik horizontal.
Dalam somasi yang dilayangkan, pihak kuasa hukum memberi waktu selama 3×24 jam bagi AM untuk memberikan tanggapan dan menerima hasil pengukuran dari Pemerintah Kabupaten Boltim.
“Harapan kami, usaha klien kami dapat kembali berjalan dengan baik, damai, dan lancar, demi keberlangsungan hidup ribuan masyarakat yang menggantungkan hidup di sektor pertambangan rakyat,” tegas Firman.
Hingga berita ini diturunkan, upaya konfirmasi kepada AM oknum anggota DPRD Boltim belum berhasil dilakukan.
Sementara itu, dilansir dari media online BeritaManado.com, AM oknum anggota DPRD Boltim membenarkan jika dirinya telah menerima surat somasi pertama tersebut.
“Tentu sebagai warga negara yang taat dengan aturan saya akan menjawab somasi ini yang saya sedang persiapkan bersama kuasa hukum saya,” kata AM.
(**)