KOTAMOBAGU – Polres Kotamobagu memastikan aksi demo yang dilakukan puluhan Tenaga Kesehatan (Nakes), Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Kasih Fatimah, tak akan mempengaruhi proses penyidikan kasus yang sedang ditangani oleh pihaknya.
Hal ini dikatakan langsung Plh. Kapolres Kotamobagu Kompol Romel Pontoh SIP. MAP, kepada sejumlah wartawan usai memimpin langsung pengamanan aksi demo nakes di markas Polres Kotamobagu, Selasa (25/11/2025).
Romel mengungkapkan, aksi demo tersebut tidak akan merubah status tersangka terhadap mantan direktur RSIA Kasih Fatimah berinisial SNK.
“Dengan adanya aksi ini tidak akan merubah statusnya tersangka, namun apabila mereka ingin melakukan upaya – upaya hukum lainnya silahkan, karena memang sebagai warga negara tersangka pun memiliki hak yang sama,” ungkap Kompol Romel.
Lebih lanjut Romel mengatakan, pihaknya tidak tergesa – gesa dalam proses penetepan tersangka terhadap SNK, karena kasus dugaan malapraktik tersebut sudah berproses sejak bulan Februari 2025 dan pihak penyidik sudah memiliki bukti yang cukup untuk kasus dinaikkan ke tahap penyidikan.
“Penetapan tersangka ini sudah melalui gelar perkara, dimana penyidik sudah mengantongi alat bukti yang cukup, termasuk hasil dari majelis disiplin profesi (MDP),” tegasnya.
Kompol Romel menambahkan, untuk penahanan tersangka merupakan kewenangan penyidik.
“Itu kedepan (Penahanan Tersangka), kita masi melihat perkembangan, karena hari ini jadwal penyidik melakukan pemeriksaan pertama sebagai tersangka kepada bersangkutan,” tutupnya.
Diketahui, puluhan Tenaga Kesehatan (Nakes) Kotamobagu, menggelar aksi damai solidaritas terkait penetapan status tersangka terhadap mantan direktur RSIA Kasih Fatimah berinisial SNK, di Mapolres Kotamobagu.
Dalam aksi tersebut, para nakes ini menilai, penetapan tersangka tersebut sarat kriminalisasi dan berpotensi mencederai profesi medis.
Aksi yang dipimpin Koordinator Lapangan Didi Musa dalam orasinya menegaskan, bahwa penegakan hukum terhadap tenaga medis harus dilakukan secara objektif dan profesional sesuai standar medis, bukan berdasarkan opini atau tekanan publik.
“Dokter dan tenaga kesehatan bekerja dengan risiko tinggi. Mereka bukan malaikat, tapi mereka berjuang menyelamatkan nyawa. Tidak pantas langsung dihakimi tanpa audit medis menyeluruh,” ujar Didi.
(emon).




































